Kamis, 17 November 2011

Hanoi, Vietnam. Semua Serba Murah


Ditulis oleh Leo Lintang   
Rabu, 09 Juli 2008
hanoi vietnam
Walau bukan tempat liburan favorit, coba kunjungi salah satu negeri Indochina, Vietnam. Menyenangkan dan semuanya serba murah. Ke Hanoi, ngapain?" Begitu komentar teman-teman ketika saya mengutarakan niat untuk berlibur ke ibukota Vietnam tersebut. Bagi orang Indonesia, Hanoi mungkin bukan tempat berlibur favorit di benua Asia. Sebenarnya, keputusan untuk berjalan-jalan ke Hanoi juga tidak disengaja.


Kenapa Hanoi? Tadinya setelah Beijing tinggal impian, teman kami mengusulkan Thailand. Tapi karena saya sudah pernah berkunjung ke negeri Gajah Putih itu, kami menolak idenya. Kebetulan ada teman dari Tiger Airways (low cost carrier berbasis di Singapore) yang menawarkan tiket promo cukup murah untuk ke Hanoi via Singapura. Ditambah kami tidak perlu mengurus visa, jadilah Hanoi sebagai tujuan berlibur kami pertengahan Mei lalu.
Penerbangan ke Hanoi dari Singapore memakan waktu 3 jam. Kami tiba di Noi Bai International Airport jam 6 sore waktu setempat. Jangan bayangkan bandara internasionalnya seperti bandara-bandara internasional di negara lain. Suasananya sungguh jauh berbeda. Meski arealnya cukup luas, suasananya sepi sekali. Hanya ada tiga pesawat "parkir" di landasan.

Dari bandara ke hotel, kami dijemput perwakilan biro perjalanan yang sudah kami booking dari Jakarta. Jarak antara bandara ke pusat kota (lokasi hotel) sekitar 35 km. Dalam perjalanan tampak beberapa pabrik dan hotel yang sedang dibangun. Menurut guide yang menyertai kami, salah satu developer-nya adalah Ciputra. Hebat juga Pak Ciputra bisa investasi sampai ke Vietnam! Sampai di hotel jam 8 malam langsung istirahat.Besoknya, jam 7 pagi kami sudah dijemput oleh biro perjalanan untuk memulai tur pertama kami ke Ha Long Bay. Kami mengambil paket satu hari ke Ha Long seharga USD 2n/orang. Harga tersebut sudah termasuk bus AC pulang pergi, makan siang, tiket masuk ke 1okasi wisata, tiket naik boat selama di laguna dan guide berbahasa inggris. Perjalanan ke Ha Long Bay memakan waktu 3,5 jam.

Mengunjungi Ha Long Bay inilah yang membuat kami merasa beruntung telah mengunjungi Hanoi. Ha Long Bay merupakan resor yang wajib dikunjungi. Semua hotel dan biro travel di Hanoi pasti menempatkan tur ke Ha Long Bay sebagai pilihan pertama.

Ha Long bay adalah situs keajaiban alam berupa laguna (danau) yang dikelilingi oleh lebih kurang 1.900 pulau besar dan kecil di kawasan teluk Tonkin (140 km utara Hanoi ). Di kawasan tersebut tersebar banyak batu karang dari berbagai ukuran yang membuatnya unik dan sangat indah. Ha Long Bay merupakan salah satu keajaiban dunia yang dilestarikan oleh UNESCO. Bahkan disebu-tsebut sebagai keajaiban dunia ke-8.

Sungguh indah dan menakjubkan pemandangan di Ha Long bay. Sebelumnya kami hanya bisa menjumpai pemandangan seperti ini di kalender-kalender dan majalah National Geographic. Salah seorang turis dari Amerika tidak henti-hentinya mengucapkan "Oh My God, it's so amazing!".

Kami sempat masuk ke gua Dao Go. Untuk masuk ke gua, kami harus mendaki jalan setapak sejauh kira-kira 300 meter. Di dalam gua banyak terdapat stalagtit dan stalagnit yang sudah ratusan tahun umurnya.

Mutiara asli sangat murah


Yang lebih menarik lagi, terutama bagi para turis wanita, di depan pintu masuk gua, banyak orang berjualan mutiara asli yang sangat murah. Bayangkan satu set kalung dan giwang harganya 120.000 Dong Vietnam atau sekitar Rp. 72.000 saja. Pokoknya heboh deh.

Kami juga berbelanja buah-buahan d pasar terapung di sekitar laguna. Di tengah-tengah laguna, boat berhenti untuk memberi kesempatan kepada para pelancong menikmati pemandangan berbelanja di pasar terapung atau naik perahu kecil masuk dalam terowongan yang dikelilingi batu karang tinggi Sungguh eksotis!

Menikmati Hanoi

Hari selanjutnya kami tidak lag menggunakan biro travel karena ingin menikmati kota Hanoi dengan santai Kami mengunjungi bangunan-bangunan peninggalan jaman kolonial Perancis yang masih utuh dan dibiarkan apa adanya, terutama di distrik Ba Dinh. Lokasi yang terkenal adalah French Quarter dimana banyak sekali jalan kecil dengan perempatan-perempatan khas Perancis dan dikelilingi gedung-gedung tua.

Kami juga mengunjungi Van Mieu (universitas pertama dan tertua di Vietnam yang dibangun tahun 1010), Pasar Dong Xuan, Van Phuc, Hoan Kiem Lake, Mausoleum Ho Chi Minh, Istana dan Museum Ho Chi Minh, Pagoda Quan Troc (one pillar pagoda), gedung teater dan pertunjukan wayang air.

Hoan Kiem Lake adalah danau di tengah kota yang cukup asri dan sejuk yang ditengahnya terdapat pagoda (turtle pagoda). Di sekitar danau banyak tempat duduk yang digunakan para ABG untuk bercengkerama, orang-orang tua yang sekedar duduk-duduk mencari angin segar, pedagang kaki lima dan turis yang sedang berjogging.

Di sekitar Hoan Kiem adalah kompleks pertokoan yang menjual cindera mata seperti kerajinan, topi dan kebutuhan turis. Orang Vietnam kebanyakan menggunakan topi bila keluar rumah baik yang berbentuk caping atau topi lebar. Tidak heran jika dimana-mana dijumpai toko topi. Belanja souvenir di sekitar Hoan Kiem cukup mahal, karena itu kami belanja di pasar Dong Xuan. Disini, banyak sekali souvenir khas Vietnam yang dijual dengan harga sangat murah. Jika dirupiahkan cuma sekitar Rp.3500 sampai Rp.25.000. Jika Anda suka kain sutra, Van Phuc silk village adalah pilihan yang tepat. Sehelai selendang sutera halus misalnya, cuma dihargai Rp.60.000.

Moseleum Ho Chi Minh


Dari semua tempat yang kami kunjungi tadi, yang paling menarik setelah Ha Long Bay adalah Moseleum (Lang Chu Tich) Ho Chi Minh. Di moseleum ini berbaring jenazah Ho Chi Minh yang sudah dibalsem dan dijaga oleh sepasukan tentara bersenjata lengkap. Untuk bisa melihat jenazah Bapak Vietnam ini, kami harus melalui ritual yang cukup melelahkan. Diperlukan tiga kali pemeriksaan untuk memastikan kami tidak membawa makanan, minuman, kamera, tas, dan lain-lain (kecuali dompet). Masih harus berjalan kaki berbaris satu-satu sejauh 150 m. Antrian yang cukup panjang cukup melelahkan. Namun "pengorbanan" yang kami bayar sepadan dengan apa yang kami peroleh. Sungguh menakjubkan bisa melihat jenazah Paman Ho yang tampak seperti orang tidur saja, dengan senyum tersungging di wajahnya.

Kondisi jenazahnya bagus sekali, padahal Paman Ho meninggal pada tahun 1969. Menurut petugas di musoleum, jenazah Paman Ho dibawa ke Rusia setahun sekali untuk perawatan. Sayang kami hanya diberi kesempatan selama 2 menit untuk melihat langsung dan dilarang mengambil gambar.

Wayang Air

Malam sebelum hari terakhir, kami menyaksikan pertunjukan Wayang Air, semacam pertunjukan dari boneka kayu yang dimainkan di air. Jadi orang-orang yang menggerakkan boneka tersebut berendam di air. Saya dan teman-teman bertanya-tanya, apa tidak masuk angin berendam di air malam-malam. Sangat unik dan mungkin satu-satunya di dunia. Pertunjukan wayang air ini sudah dipentaskan di banyak negara di seluruh dunia.

Sebenarnya masih banyak obyek wisata yang bisa dikunjungi di Hanoi, seperti Capha, Perfume pagoda dll. Kunjungan selama empat hari dirasa tidak cukup. Bagi pembaca yang berminat berlibur ke Hanoi, dapat memperoleh informasi di Kedutaan Vietnam di Jakarta atau biro travel di Vietnam yang bisa dicari di internet. Pasti tidak akan menyesal berkunjung ke ibukota Vietnam ini.

Transportasi Tidak Standar

Sebagai ibukota negara, Hanoi bisa dikatakan kurang modern, karena minimnya fasilitas umum. Nyaris tidak ada tempat sampah di jalan sehingga kemana-mana kami terpaksa mengantongi sampah. Penduduknya cenderung tidak ramah dan "menghindari" orang asing. Modernisasinya berjalan lambat.

Yang menonjol dari Hanoi adalah, banyaknya sepeda motor dan sepeda di setiap sudut kota. Konon sepeda motor jumlahnya 1,5 juta. Bandingkan dengan jumlah penduduknya yang 3,5 juta.

Kami sempat naik ojeg. Wah, benar-benar bikin sport jantung. Teman saya sampai tidak berani membuka mata. Transportasi umum yang vital di Hanoi adalah ojeg dan taksi. Untuk turis asing, pilihannya mau tidak mau taksi. Taksi di Hanoi jarang yang jujur, kecuali yang dipesan dari hotel. Tidak ada harga argo yang standar. Selama tujuh kali kami naik taksi yang nyetop di jalan, enam kali argonya berbeda.
Bahasa juga salah satu kendala yang umum dijumpai para turis di Hanoi. Jarang sekali penduduk Hanoi yang bisa berbahasa Inggris. Kami terpaksa menggunakan bahasa "tarzan" dan membawa kalkulator kemana-mana untuk bertransaksi.

Ada satu kejadian lucu. Jika bepergian menggunakan taksi, biasanya kami menunjukkan gambar peta dimana lokasi hotel kita. Namun, sekali tempo dengan pedenya kami cuma menyebut nama hotel dan jalannya. Tampaknya supir taksi memahaminya. Ternyata kami nyasar. Usut punya usut, kami salah mengeja jalannya. Alhasil pak supir ngomel-ngomel. Untungnya kami tidak tahu dia mengomel apa.

Makanan khas Vietnam

Rasanya kurang afdol kalau berkunjung ke suatu negara tanpa mencicipi makanan khasnya. Di Hanoi, jarang terdapat restoran mewah. Cafe sudah tergolong mewah walaupun kalau dilihat tempatnya tidak berkesan mewah. Itu juga kebanyakan turis asing yang mengunjunginya. Lucunya banyak sekali warung-warung sederhana (seperti warteg disini) yang diberi nama Cafe.

Seperti di Indonesia, banyak sekali makanan yang dijajakan di pinggir jalan. Baik penjual yang mangkal maupun keliling menyediakan kursi plastik kecil untuk pembeli yang hendak menikmati makanan.

Makanan yang sempat kami cicipi adalah Nom, semacam asinan bogor tapi ditambah daging sapi yang dipotong-potong (di Vietnam orang memotong dengan gunting, bukan dengan pisau). Lalu ada Bun Dau Phu, yaitu tahu yang digoreng dan dimakan dengan bihun dan kuah terasi. Ada juga Xoi Trung berupa ketan yang dimakan dengan semur telur. Dan satu yang mungkin lidah kita kurang cocok adalah Che Ba Cot, semacam bubur nasi tapi dicampur parutan jahe yang rasanya manis, dan disajikan panas-panas. Aneh sih tapi seru !

Sumber: Majalah Lisa
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar